Tulis disini: esyfitriana@gmail.com

Judul*:MERDEKA
Isi*:Teh hangat yang sudah hampir dingin audi ambilnya sementara sisa singkong di tangan kanannya tinggal setengah, andi mencoba membuat dirinya lebih nyaman lalau mbah, bagaimana dengan si belanda " sambil bibirnya menghirup teh itu, mbah bejo membetulkan letak songkok yang dipakainya lalu di melihat jauh kedepan seakan-akan mencoba memunculkan kembali peristiwa waktu itu. Kemudian mbah bejo mengangkat tangan, sambil mengepalkan jari-jari tangannya. " wush… aku lemparkan bambu runcing tepat mengenai kaki orang bule itu" sementara dari arah belakang kang pardi dengan sigap meoncat dan memukul kepala teman si bule," saati tidak ada perlawanan yang berarti bagi kami. Belanda-belanda itu pun tumbang kami segera mengikat mereka.
pekerjaan kami sudah hampir rampung sebenarnya. Kalau tidak terpergok oleh teman belanda yang lain yang tidak kita ketahui dari mana datangnya," sejenak suasana jadi hening, mbah bejo tampak amat serius, sementara raut wajahnya terlihat tegang, kemudian dia menarik napas dalam-dalam mencoba untuk melanjutkan cerita yang sesaat sempat terhenti. "aku mencoba untuk memukul si bule yang muncul dengan tiba-tiba itu, tapi tak urung pistol yang ia pegang meletus juga hal itu membuat teman-teman belandanya yang lain datang," kemudia kang pardi tidak lagi berpikir panjang, dia meraih tanganku dan menarikku.
"bejo ayo kita lari… " dengan tanpa menghiraukan keadaan sekeliling kami menghambur, meninggalkan pos penjagaan dan tiga orang bule itu sementara itu kami mendengar suara gadung dari arah belakang nampaknya meraka bersiap-bersiap untuk mengejar kami.
Sementara kami merasakan hawa malam dingin berarti pagi akan segera menjelang sambil terus berlari aku berteriak ke arah kang pardi "kang di…. Apakah kita akan masak beras dan berikutnya," "sepertinya iya jo…," sahut kang pardi, tiba-tiba bunyi rentetan suara tembakan begitu peluruh berdesing? Disekitar kami tiba di tepi pematang yang sudah dekat dengan kebun pisang itu kang pardi melompat mendorong badanku, kami sempat berguling-guling beberapa sa'at kang pardi mengerang lirih di sampingku. "kang.. kang pardi, ada apa kang? Tanyaku gugup sambil mencoba bangkit mendekati tubuh kang pardi yang saat itu masih terbaring di tanah. "…uhh.. ahhk…jo… be….jo……" aku dengar suara kang pardi lirih dan terputus-puts, tubuhnya bergerak pelan, tangan kanannya mencoba menggapai-gapai sesuatu, aku melihat di depan dia ada seutas kain, panjang berwarna merah putih.
Aku berdiri memungut kain itu dan mendekati kang pardi" tiba-tiba.. tubuhku menjadi lemas dadaku terasa sesak, aku pegang tangan kang pardi terasa lemas ada darah menembus dada kiri kang supardi, memenuhi seluruh baju depannya, napasnya tersengol-sengol. Dengan susah payah aku mengangkat tubuh kang pardi. Dan menyandarkannya pada sebatang pohon pisang, "jo…. Pe..rih….. panas. Joo.. ak…aku.. u.u.udah tak kuat la..lgi..jo" aku mencengkeram kerah baju kang pardi. Tanganku gemetar, aku tak mampu berbuat apa-apa perasaanku hancur saat itu, marah, sedih, kecewa, takut semua menjadi satu dalam pikiranku apa yang harus aku lakukan?? "sabar kang…, sebentar lagi bantuan datang, 'sabar bertahanlah kang," aku mencoba menghibur kang pardi, matanya terlihat samkin saya mencoba menyampaikan sesuatu pada ku, dengan tangannnya memberikan tanda agar aku mendekatkan telingaku kepadanya.. "jo..kkkau… sampaikan…maafku ..kepda emak ..iiya,," kemudian tangan kang pardi mencoba memberikan kain itu padaku, kain berwarna merah putih yang tak pernah lepas membelit tangan kanannya itu…" u..untuk..mu jo.. jangan.. ber..henti.. ber..juang.. aahhh.. fajar pagi mulai nampak dari arah timur tentara republik dengan gesit dari segala penjuru menyerang pos pusat belanda itu. Teriakan-teriakan semangat merdeka mewarnai pergerakan penyerangan dan menghentikan perlawanan belanda seketika aku meraung-raung meratapi kematian kang pardi. Seorang pahlawan yang tak pernah berkata tidak untuk negaranya angin sore berhembus, melalui cendela ruang tamu terasa sejuk, andi melihat mba bejo saat itu terlarut dalam cerita perjuangan maka mudanya, mbah bejo terpekuk diam untuk sesaat dia merogoh kantong saku bajunya sehelai kami usang berwarna merah putih itu dia genggam erat-erat kemudian dia berdiri dan berjalan ke serambi rumah, mata menerawang jauh seakan adanya rasa rindu yang begitu dalam ia rasakan. Andi berjalan mengkuti mbah bejo. Dari belakang sekalian ia bermaksud akan berpamitan untuk pulang. "mbah andi pulang dulu yo," ?
"ehm", sahut mbah bejo. Andi mencium tangan mbah bejo lalu mengucapkan salam untuk kemudian ia berjalan keluar sambil menuntun sepedanya
Dari jauh andi masih dapat melihat mbah bejo bediri di bawah tiang bendera matanya berkaca –kaca bibirnya bergetar menggumamkan lagu perjuangan di berdiri gagah dengan sikap hormat di bawah kibaran sang saka merah putih sesaat andi memandang tak bergeming ada rasa bangga yang begitu dalam memenuhi hatinya sebagai anak negeri
Terima kasih mbah bejo bansa ini taka akan besar tanpa orang –orang seperti engkau.
Dari jauh berkumandang suara adzan dan angin sepoi-sepoi mengantarkan andi seorang anak negeri yang penuh semangat begitu besar untuk membangun negeri ini.
Nama*:esy fitriana
Jenis Kelamin:Perempuan
Email*:esyfitriana@gmail.com



Powered by EmailMeForm



Popular Posts